Bismillahirrahmanirrahim..
Terimakasih Rabb untuk pagi shubuh yang syahdu ini, Engkau beri hamba hari lagi untuk memperbanyak kesempatan beramal dan berbuat banyak untuk orang lain. Setelah shubuh, murajaah, kemudian nonton FCB, (heheh .:D , senangnyaa, alhamdulillah menang jagoannya). Akan tetapi selang beberapa menit kemudian perasaan senang berubah..
Salah satu stasiun televisi kembali memberitakan kepada kita, tentang betapa 'tebang pilihnya' hukum di Indonesia ini, semakin miris lagi setelah membaca running text yang berbunyi : 'Pengadilan Sulawesi Selatan kembali mengadakan persidangan terhadap pencurian 0,5 ons merica'. (perasaan langsung berubah jadi geram dan langsung pengen nulis di blog. =.=')
Jika ditanyakan kepada aparat hukum dan kepolisian, mengapa hal 'sepele' sedemikian ini menjadi permasalahan yang diperpanjang dan dihebohkan, jawabnya mereka adalah, = seberapapun kecil tindak pidana (pencurian sekecil apapun-red) harus ditindak lanjuti. (selama ini klo yang besar gimana?)
Islam sendiri dalam memandang, pengambilan hak dan milik orang lain sangat tidak diperbolehkan. Istilah itu kita kenal dengan 'Ghoshob' mengambil hak atau milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Namun kita harus menilik apa motif dari pengambilan atau pencurian yang dilakukan oleh sang pencuri. Apakah karena dia miskin, terpaksa atau sengaja mengambil. Masih ingatkah kita tentang hadist berikut :
Hadist riwayat Aisyah ra, ia berkata :
Pada zaman Rasulullah saw, tangan seorang pencuri tidak dipotong pada (pencurian) yang kurang dari harga sebuah perisai kulit atau besi (seperempat dinar) yang keduanya berharga.(Shahih Muslim No. 3193)
Makna seperempat dinar, jika dikonversikan pada zaman dahulu adalah berkisar Rp 800 rupiah (setara dengan harga kambing zaman dulu)-(seperempatnya 200 rupiah, kalo sekarang harga seperempat kambing 150an ribu rupiah). Dalam hadistnya juga di sebutkan 'yang keduanya berharga' . Nah meskipun hanya harga 800 rupiah dan barang tersebut berharga, Rasululah tidak memotong tangan pencuri tersebut, yang berarti tidak mempersalahkan dan menganggap bukan merupakan kasus pencurian yang serius, akan tetapi seharusnya kita menilik apa motif dari pencuri tersebut melakukannya. Baginda Rasul, jika mendapati seorang yang hendak mencuri sedikit atau tidak ada niat mencuri kalau tidak terpaksa maka, beliau justru memberikan barang tersebut kepadanya dan berharap hal tersebut memang merupakan kebutuhannya. (lupa kisahnya)
Waktu i'tikaf di Masjid UGM tahun lalu, salah seorang pakar hukum UGM, dalam kajiannya menyinggung soal 'ketidak adilnya keadilan di Indonesia' beliau menyebutkan salah satu hadits yang bersumber dari cerita Bani Mahzumiah, berikut haditsnya :
Hadist riwayat Aisyah ra. :
Orang-orang Quraisy sedang digelisahkan oleh perkara seorang wanita Makhzum anak raja yang mencuri. Mereka berkata : Siapakah yang berani membicarakan masalah ini kepada Rasulullah saw? Mereka menjawab : Siapa lagi yang berani membicarakannya selain Usamah, pemuda kesayangan Rasulullah saw. Maka berbicaralah usamah kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw, bersabda : Apakah kamu meinta syafaat dalam hudud Allah? Kemudian berdiri dan berpidato :"Wahai manusia! Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kamu ialah, manakala seorang yang terhormat diantara mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Namun bila seorang yang lemah diantara mereka mencuri maka mereka akan melaksanakan hukum hudud atasnya. Demi Allah sekiranya Fatimah Putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya. (Shahih Muslim No. 3196)
Mari coba kita sinkronkan dengan realita bangsa ini. Para koruptor (orang yang dipandang terhormat oleh masyarakat) jika melakukan aksi korupnya, pengadilan 'ngaret' untuk menindaklanjutinya, atau dihukum dengan 'hukum surga' alias tidak berbanding dengan apa yang dilakukan (memakan harta rakyat). Dengan sekarang ini, maraknya pengadilan2 terhadap hal-hal 'remeh' dan sepele. Beberapa minggu lalu, kita dihebohkan dengan kasus pengadilan Aal dengan sendal jepitnya (alasan dia mencuri sendal jepit seorang warga kepolisian SulTeng) padahal Aal merupakan anak dibawah umur yang masih dibawah pengawasan orang tuanya. Bagaimana kasus seperti ini saja diusut dan diperpanjang, hmm.. alangkah indah jika diselesaikan dengan rasa kasih sayang saja dan sikap mendidik, misal dengan ditemui saja Aalnya kemudian diberi nasehat.
Beberapa bulan lalu juga diberitakan seorang nenek yang mencuri pisang, buah coklat dan lain-lain.. (Indonesia-Indonesia, ingin menegakkan hukum setegak-tegaknya! dimulai dari yang kecil (katanya) tapi yang besar dibiarkan dan ditutup-tutupi.. hohoo, bagaimana itu). Dan hadist tersebut mengajarkan agar hukum ditegakkan sekalipun untuk para orang terhormat (dalam hadist tersebut wanita anak raja dari Bani Mahzumiah, sekarang koruptor). Bahkan disebutkan putri kesayangan Rasulullah saw sekalipun jika ia mencuri, maka akan dipotong tangannya. (#Subhanallah betapa adilnya Rasulullah). Dan merupakan tanda2 rusaknya generasi jika, kaum lemah justeru ditegakkan hukum hudud didalamnya.
Praktik Koruptif yang Sporadis dan Penegak Hukum yang Diskriminatif
Pertanyaannya, Kenapa keadilan tidak tegak di bangsa ini?
Karena pilar-pilar keadilan di negara ini ditegakkan secara diskriminatif dan para penegak hukum yang juga koruptif. Inilah sekarang zamannya materialistik melingkupi semua aspek profesi, (bahkan hingga penegak hukum) seperti itu apakah masih bisa disebut penegak hukum ya? suap suaap .. ohh. =.="
Lalu, bagaimana kita sebagai mahasiswa mampu bangun dari tidur panjang, serta kelengahan para penegak hukum ini?
Bagaimanapun, jika kita ingin mengubah suatu peradaban, maka kita harus memulainya dari diri sendiri. Dan mulai dari sekarang. Juga kita harus mengajak dan menghimpun persatuan anti praktik2 koruptif, karena Al haqqu bilaa nidhom (kebenaran tanpa adanya pengaturan struktural) dapat dikalahkan dengan Al bathil binnidhom (kebathilan yang direncanakan dan struktural). Oleh karena itu, kitalah yang bersama-sama, bahu menbahu, mewujudkan Islam rahmatan lil 'alamin, bahwa hukum Islam itulah sejatinya hukum yang mempunyai postulat kebenaran yang tidak lagi dapat disanggah-sanggah. Agar praktik koruptif tidak lagi sporadis, mari kita memulai dari hal kecil, dari kita sendiri dan mulai dari sekarang. Dari yang kecil-kecil saja dulu, tidak mencontek misalnya (hehe.. hayoo) , karena sebenarnya dari sinilah praktik koruptif itu di budayakan. Mencontek kan mengambil yang bukan hasil kerja kita, hal ini dapat dianalogikan mengambil barang orang, uang dll, tapi kalo sama-sama redho yaa, ini yang berabe..hhe.
Contoh lain kita bisa mendirikan suatu komunitas, kecil saja, besar kalo bisa, yaitu suatu perhimpunan mahasiswa anti praktik koruptif. Bisa diusulkan untuk menjadi salah satu dari organisasi otonom maupun bukan, insyaAllah akan direspon baik oleh universitas.
Terakhir, saya cuma pengen menjadikan negara ini lebih baik, dari sisi kecil saja saya berdoa ; agar Indonesia selalu diberi rahmat berupa tegakknya keadilan di Indonesia ini dengan setegak-tegaknya hukum, dengan sebenar-benarnya hukum.
Oya, satu lagi. Hal yang perlu kita waspadai bahwa praktik koruptif sudah meraja lele, eh lela.
Menurut Buya Syafi'i Ma'arif : Korupsi di Indonesia ini sudah sempurna. Mencakup semua lini.
1. Institusi Negara
2. Institusi Pendidikan
3. Institusi Agama
4. Institusi Kesehatan
Komplitkan? (emang bakso..hee)
Silakan comment menurut anda tentang "Adilnya Ketidak adilan Indonesia" hehe. Semoga bermanfaat.
Ditulis dengan semangat (hihi)
Source: